"Pesatnya perekonomian Cina ditambah dengan besarnya jumlah penduduk
yang mencapai lebih dari 1,3 miliar jiwa membuat berbagai industri
raksaksa dunia berlomba-lomba membenamkan investasinya di sana. Oleh
karena itu, prasyarat penting yang harus dipenuhi oleh seorang investor
guna membangun kepercayaan publik lokal adalah kemampuan berkomunikasi
dalam bahasa Mandarin."
"Alhasil, Bahasa Mandarin kini menjadi bahasa Internasional kedua setelah Bahasa Inggris. Bahasa
Mandarin digunakan oleh lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia
dan penguasaan terhadap Bahasa Mandarin sering diidentikan dengan makin
cerahnya prospek karir seseorang terutama bagi mereka yang hendak terjun
dalam dunia bisnis"
PENTINGNYA BAHASA MANDARIN
Mengulas mengenai semakin pentingnya bahasa Mandarin, suka tidak suka sangat terkait dengan kebangkitan China yang sangat drastis mulai tahun 1990an. Tak bosan-bosannya kita mendengar tentang kebangkitan China yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan peningkatan terutama dalam hal pertumbuhan ekonominya yang rata-rata mencapai nilai di atas 9% per tahun. Pada tahun 2007 saja China tercatat mengalami peningkatan surplus perdagangan sebesar 48% hingga mencapai 232,2 milyar dollar.
Belum
lagi kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologinya yang juga
mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan laju
pertumbuhan ekonominya yang sangat tinggi. Negara dengan jumlah penduduk
1.321.851.888 (est. July 2007) ini praktis menjadi magnet bagi para
investor asing yang ingin mencoba mengembangkan bisnisnya di Asia.
Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah investasi asing langsung (foreign direct investment)
pada kuarter pertama tahun 2007 yang mengalami kenaikan 4,4%
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2006 yaitu dari 14.2
milyar dollar pada kuarter pertama tahun 2006 menjadi 15,9 milyar dollar
pada kuarter pertama tahun 2007. Dari jumlah tersebut, AS tercatat
sebagai sumber FDI kelima terbesar bagi China setelah Hongkong, Inggris,
Jepang, dan Korea Selatan.
Bahasa Mandarin sebagai bahasa mayoritas di China (putonghua
yang merupakan dialek asal Beijing) di samping bahasa-bahasa daerah
lainnya secara tidak langsung mengalami ‘kenaikan pamor’ sebagai bahasa
pengantar internasional utama di samping bahasa Inggris. Untuk dapat
berinvestasi di China, penguasaan bahasa Mandarin menjadi amat penting
karena kelancaran bisnis berawal dari kelancaran berkomunikasi.
Kunci
utama dalam dunia usaha adalah kepercayaan dan kepercayaan itu akan
tumbuh dengan lebih mudah dan cepat jika syarat kesamaan bahasa sudah
dipenuhi. Tim Clissold, salah seorang pendiri kelompok pemodal swasta
yang menanamkan investasi di China, dalam novel akademisnya yang
berjudul Mr.China, menuturkan pentingnya penguasaan bahasa
Mandarin bagi siapapun yang berminat berinvestasi di China sebagai modal
dasar tumbuhnya kepercayaan dari pejabat dan pengusaha lokal (China).
Mengapa demikian?
Clissold
mencatat bahwa bahasa mandarin bagi orang China di seluruh penjuru
dunia adalah pusat dari perasaan “kechinaan” sementara huruf-huruf China
adalah pusat bahasa itu. Dengan demikian, China akan lebih respek dan
menaruh kepercayaannya dengan seorang investor asing yang mampu menjalin
komunikasi dengan bahasa Mandarin yang baik yang kemudian akan
berlanjut dengan pembicaraan-pembicaraan yang lebih hangat sehingga
jelas bahwa bahasa mandarin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
China.
Bahasa Mandarin juga
digunakan oleh lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia sehingga
mempelajari bahasa ini akan memungkinkan kita berkomunikasi lancar
dengan seperlima populasi dunia. Sekitar 30 juta orang asing (non China)
kini tercatat tengah mempelajari bahasa Mandarin dan pemerintah China
sendiri memperkirakan angka ini akan meningkat menjadi 100 juta orang
pada tahun 2010.
Dengan demikian,
terlepas dari persoalan bisnis, bahasa Mandarin sangat penting untuk
dipelajari bagi siapapun seperti halnya mempelajari bahasa Inggris.
Simak saja cerita-cerita singkat di bawah ini.
Stella, lulusan jurusan marketing Royal Melbourne Institute of Technology,
Australia tentu saja sudah mahir berbahasa Inggris beraksen negara
kanguru. Menyadari bahwa China sudah menjadi negara yang kuat dalam
bisnis di belahan negara mana pun, Stella memutuskan belajar bahasa
Mandarin.
“Tadinya saya ingin
kursus di Indonesia saja, negara saya sendiri. Namun saya khawatir, saya
tidak terpacu. Jika saya belajar di negara yang memang menggunakan
bahasa tersebut, mau tidak mau saya harus menggunakannya,” kata Stella
yang memutuskan belajar di Beijing. Pulang ke Indonesia dengan bekal
ilmu marketing, bahasa Inggris, dan bahasa Mandarin, Stella bekerja di sebuah perusahaan asuransi sebagai personal financial advicer. Bahasa Mandarinnya benar-benar dibutuhkan dalam berhubungan dengan kliennya.
Tak lama Stella bekerja
di perusahaan itu, ia memutuskan masuk bisnis keluarganya. Di Bandung ia
membidani restoran China berlabel halal. Lagi-lagi bahasa asing
keduanya menolongnya. Pelanggannya banyak dari bangsa Tionghoa. Ia tak
kesulitan berkomunikasi jika pelanggannya ingin mengakrabkan diri
dengannya.
Selain Stella, ada juga
Winda yang bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan tekstil.
Hubungan dagang ke luar negeri selama ini memang lancar dengan
menggunakan bahasa Inggris. Namun ketika kontrak dagang dilakukan dengan
Cina, Winda “naik daun”.
Winda pernah mengambil
kursus bahasa Mandarin sebelum masuk perusahaan tekstil ini.
Dokumen-dokumen berbahasa Mandarin menjadi “santapan”-nya. Nilainya
bertambah di mata sang bos. Ujung-ujungnya ia mendapat insentif dan
kenaikan gaji permanen sebagai reward atas prestasinya.
Pentingnya
mempelajari bahasa Mandarin juga disadari oleh orang-orang non Asia
seperti orang AS dan Eropa. Pada tahun 2005, presiden Bush bahkan
memberikan dana sebesar 114 juta dollar pada sekolah-sekolah untuk
mendorong peningkatan studi bahasa Mandarin, Arab, Rusia, dan bahasa
asing lainnya agar bahasa-bahasa tersebut dapat dipelajari sedini
mungkin oleh para pelajar AS. Sepuluh orang guru bahasa Mandarin
direkrut pada urutan pertama.
Di AS
sendiri, memang nampak peningkatan minat pada bahasa Mandarin.
“Orang-orang pada akhirnya mulai memberikan perhatiannya pada bahasa
Mandarin sebagai prospek utama dari budaya dan ekonomi” kata Michael H.
Lebine, direktur eksekutif Pendidikan untuk Masyarakat Asia. Sekalipun
demikian, pemerintah China tetap gencar mempromosikan bahasa Mandarin.
Hanban
atau Kantor Nasional untuk Pengajaran Bahasa Mandarin sebagai Bahasa
Asing yang didanai oleh pemerintah China, kini bekerja sama dengan National Association of Independent Schools, perwakilan dari sekolah-sekolah swasta AS untuk mengirimkan sembilan anggota delegasinya ke China.
Di
Inggris, lebih dari 400 sekolah menengah mempelajari bahasa Mandarin
sebagai buah kesuksesan dari sebuah badan di Inggris yang bernama Specialist Schools and Academies Trust dalam melobi bahasa Mandarin agar masuk dalam kurikulum nasional.
Berdasarkan
data dari Forum Internasional Bahasa Mandarin di Shanghai disebutkan
bahwa kini ada lebih dari 2.027 universitas dari 85 negara di seluruh
dunia yang menawarkan kursus bahasa Mandarin. Peningkatan penawaran ini
terutama dipicu oleh keberhasilan China dalam mengajukan diri sebagai
tuan rumah Olimpiade dan keberhasilan dalam masuknya Cina menjadi
anggota WTO.
Data
statistik dari forum yang sama juga menyebutkan bahwa ada sekitar 25
juta orang yang berminat mempelajari Bahasa Mandarin dan 60.000 orang di
antaranya datang ke China khusus untuk mempelajari Bahasa Mandarin
secara lebih baik.
Yan
Meihua, ketua kelompok studi Bahasa Mandarin bagi para penstudi Bahasa
Mandarin dari seluruh dunia yang juga memimpin forum ini mengatakan
bahwa kelompoknya akan menggunakan beraneka ragam cara untuk
meningkatkan standar dari pelajaran Bahasa Mandarin di beberapa negara
anggota.
Dalam
beberapa tahun mendatang, kelompok ini akan menerbitkan buku-buku
berbahasa Mandarin yang dipadukan dengan bahasa lainnya seperti Inggris,
Prancis, Jerman, Rusia dan Korea. Mereka bahkan berencana untuk
membangun pusat pelatihan Bahasa Mandarin di berbagai negara yang
menawarkan sumber daya pengajar-pengajar Bahasa Mandarin.
Yang
sangat menarik adalah fakta bahwa pelajaran Bahasa Mandarin juga semakin
terkenal dan mengalami peningkatan di benua Afrika beberapa tahun ini.
Berdasarkan data dari Kantor Lembaga Bahasa Mandarin Internasional, Cina
telah mengutus delegasi guru-guru Bahasa Mandarin yang bertugas di 11
negara di Afrika.
Mayoritas
mereka yang telah memiliki pengalaman mengajar Bahasa Mandarin di
Afrika percaya bahwa Bahasa Mandarin akan lebih terjamin setelah
diselenggarakannya ‘Beijing Summit’`dan konferensi ke-3 para menteri
dalam Forum Kerjasama China-Afrika (Forum on China- Africa Cooperation/FOCAC).
Hasil-hasil
dari forum tersebut antara lain adalah pembukaan lembaga konfusianisme
yang memiliki program Bahasa Mandarin pertama di Afrika di Kenya’s Egerton University,
Kenya, pembukaan kursus pelatihan Bahasa Mandarin bagi masyarakat umum
di Mauritania, dan pelatihan guru-guru Bahasa Mandarin lokal di Tunisia.
Menteri Pendidikan Mesir bahkan menyatakan bahasa Mandarin sebagai
bahasa asing terpopuler kedua di tingkat SMA di Mesir.
Tidak
hanya bagi AS dan Eropa, bahasa Mandarin juga menjadi perhatian yang
semakin mendalam bagi negara-negara Asia sendiri terutama terkait dengan
hubungan China dengan negara-negara anggota ASEAN yang semakin erat
dalam bidang ekonomi, perdagangan, kebudayaan, pariwisata, dan
lain-lain.
Di
negara-negara Asia Tenggara, terdapat sekitar enam ratus ribu orang
penstudi bahasa Mandarin dengan 102 universitas dan 2.500 sekolah dasar
dan sekolah menengah yang telah menawarkan jurusan bahasa Mandarin dan
kelas bahasa Mandarin.
Di
Indonesia sendiri, perlahan tapi pasti jumlah peminat untuk mempelajari
Mandarin pun meningkat. Kini belajar bahasa Mandarin menjadi tren baru
di kota-kota besar di Indonesia selepas tumbangnya Orde Baru. Penguasaan
bahasa Mandarin bukan sekadar euforia orang Tionghoa, tetapi menjadi
salah satu sarana memperkaya kemampuan intelektual terutama menyikapi
perkembangan pesat ekonomi Tiongkok dan globalisasi.
Kini
terdapat sekitar 3.000 mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di
China di mana 90% di antaranya mempelajari bahasa Mandarin. Dari
segi kuantitas, Indonesia berada di urutan kelima negara yang memiliki
siswa terbanyak di China. Empat negara di atasnya adalah Korea Selatan,
Jepang, Vietnam, dan AS.
Era
globalisasi telah membuat masyarakat semakin sadar pentingnya
mempelajari bahasa asing, termasuk bahasa Mandarin. Kemampuan bahasa
asing dijadikan sebagai suatu persiapan demi meningkatkan kompetensi
saat memasuki dunia kerja. Kesadaran itu
membuat banyak orang Indonesia tertarik kuliah di China. Apalagi, bahasa
Mandarin sekarang telah menjadi bahasa internasional kedua setelah
Bahasa Inggris.
Kesadaran
akan pentingnya bahasa Mandarin ini pulalah yang mendorong beberapa
institusi pendidikan mulai memasukkan bahasa ini dalam kurikulumnya. ”Pada
era global sekarang ini, bahasa Mandarin sudah menjadi bahasa
internasional dan sangat penting, karena digunakan hampir semua bidang.
Tak hanya pendidikan,
tetapi terutama ekonomi dan industri,” papar Ketua Dewan Pengurus
Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Nasional (YPPN) Budya Wacana, dokter
Gideon Hartono. Begitu melihat perkembangan China yang ternyata mampu
memengaruhi ekonomi dunia, dia lantas mengambil langkah memberikan
materi bahasa Mandarin di Sekolah Budya Wacana, mulai dari kelompok
bermain, TK, SD, SMP sampai SMA.
Semua mendapat pelajaran bahasa Mandarin.
”Bahasa Mandarin bukan
hanya sebagai ekstra, melainkan wajib bagi peserta didik. Setiap minggu
mereka mendapatkan tiga jam pelajaran dan akan terus ditingkatkan
seperti bahasa Inggris menjadi setiap hari,” urai Gideon. ‘
“Kalau kita tidak ingin
ketinggalan dengan negara lain, sudah saatnya bahasa Mandarin diajarkan
sejak dini selain teknologi komunikasi dan informasi,” tandas Ketua
Paguyuban Bhakti Putera, sebuah wadah lulusan sekolah berbahasa Mandarin
yang bersedia memberikan bantuan pada para guru agar lebih mumpuni
berbahasa Mandarin, Jimmy Sutanto.
SULITNYA BELAJAR BAHASA MANDARIN
Istilah “Mandarin” dipergunakan oleh orang Barat sejak Dinasti Qing (1644-1911) yang artinya adalah bahasa kantor dengan dialek Peking sebagai dasar yang dipergunakan oleh para pembesar kerajaan Qing. Di Tiongkok atau di China, bahasa Mandarin lebih populer dengan istilah bahasa Han (Hànyu) yaitu bahasa pemersatu etnis Han yang merupakan 94% populasi Tiongkok.
Karena merupakan bahasa nasional, maka di China disebut juga dengan Putonghua (yang artinya bahasa umum) dan di Taiwan dengan sebutan Guoyu (yang artinya bahasa nasional). Sedangkan etnis Tionghoa di luar China lebih populer dengan istilah Huayu. Bahasa Mandarin yang bersumber dari piktogram ini, memang tergolong dalam bahasa yang sulit untuk dipelajari.
Tidak
ada cara alternatif lain yang dapat ditempuh untuk mempelajari
huruf-huruf Mandarin kecuali menghafal. Cara yang sama harus dilakukan
oleh anak-anak China, menghabiskan waktu berjam-jam untuk menulis huruf
yang sama terus-menerus sampai melekat.
Bagi seorang penutur bahasa Inggris yang belajar bahasa Prancis, ada beberapa bantuan. Police menjadi police, garden menjadi jardin. Namun, orang asing tidak punya panduan seperti itu dalam bahasa Mandarin. Polisi adalah jingcha, kebun menjadi huayuan. Tidak hanya jingcha dan huayuan, untuk setiap kata, Anda harus belajar tiga komponen: bunyi, huruf, dan nada.
Dalam bahasa Mandarin, pola titi nada setiap kata mempengaruhi artinya.
Mai, misalnya, dengan nada menurun berarti “menjual”. Namun mai
dengan awal menurun rendah dan disusul nada meninggi justru berarti
sebaliknya, “membeli”. Bahkan orang China pun merasa kebingungan. Di
Bursa Efek Shanghai, para pialang menggunakan istilah popular untuk
perintah membeli dan menjual.
Banyak
kata berbunyi sama persis atau kedengaran senada. Seringkali orang
China harus berbuat apa saja untuk menentukkan sebuah huruf yang keluar
dari konteks.
Misalnya, normal bagi beberapa orang untuk memperkenalkan diri mereka dengan “Halo, aku Wakil Kepala Seksi Li. Li dengan tanda pohon di bagian atas dan benih di bagian bawah” atau “Halo, aku Madam Wang. Wang yang digunakan dalam “laut tanpa batas” bukan yang berarti “raja”.
Tanpa
penjelasan lebih lanjut, sebuah huruf yang konteksnya kurang jelas
seringkali tidak mungkin dikenali dengan pasti jika seseorang hanya
mengandalkan pada bunyinya.
Sebagai
hasilnya, orang China sering harus member penjelasan panjang untuk
menyampaikan secara akurat arti yang mungkin cukup jelas dalam bahasa
Inggris. Tidak heran apabila banyak sekali orang asing dari Barat yang
kemudian “menyerah” mempelajari bahasa Mandarin, pulang ke rumah, dan
melupakan apa yang telah mereka pelajari.
“Semua
orang asing yang belajar bahasa Mandarin merasa tidak puas. Mereka
merasa tidak bisa secepat dan semudah yang dibayangkan,” ujar Peter
Kupfer dari Mainz, Jerman. “Semua murid saya merasa sudah sangat keras
menghafalkan empat nada dan empat shengyu. Tapi, mereka merasa hanya memperoleh kemajuan sangat sedikit,” tambah Kupfer, sebagaimana ditulis China Daily.
Karena
itu, mayoritas berhenti di tengah jalan. Ada data bahwa 95% peserta
kursus bahasa Mandarin oleh mereka yang tidak berdarah Tionghoa
mengalami drop-out.
Memang
sudah ada pembaruan selama 20 tahun terakhir. Misalnya, huruf yang
terlalu rumit disederhanakan. Jumlah goresan dikurangi. Juga telah
ditemukan standar penulisan bunyi bahasa Mandarin dalam huruf Latin yang
disebut hanyu pinyin. Semua orang China yang berusia 30 tahun ke bawah mengerti bagaimana menuliskan bunyi bahasa Mandarin dalam huruf Latin.
Namun tetap saja pengucapan bunyi dan pengalunan nada harus benar. Sebab huruf Mandarin yang berbunyi zhong berjumlah 17 buah. Yang diucapkan zhong ada 11 buah. Bahkan, yang berbunyi si ada 144 buah. Tentu, harus hafal si mana yang dimaksudkan.
“Sambil
mendengarkan guru, murid ternyata terus berpikir apa yang dia
mengerti,” ujar Zhou Xuan dari Nanjing University. “Belajar bahasa
Barat, murid langsung bisa menghubungkan otak dengan lisan. Belajar
bahasa Mandarin, otak harus berhubungan ke dua jurusan yang berbeda
sekaligus: bunyi dan arti,” tambahnya.
“Itulah sebabnya anak yang sejak kecil belajar bahasa Mandarin IQ-nya naik antara 15 sampai 20 %.” Itu ketekunan dan kesabaran yang tinggi sangat dibutuhkan.
Untuk mendorong
perkembangan pengajaran Bahasa Mandarin, dan penyebaran kebudayaan
bahasa Mandarin di seluruh dunia, Tim Pimpinan China untuk Pengajaran
Bahasa Mandarin menyelenggarakan Kongres Bahasa Mandarin Sedunia yang
dihadiri oleh pemimpin China, menteri pendidikan berbagai negara,
pengambil kebijakan pengajaran Bahasa Mandarin, rektor universitas
terkenal di seluruh dunia, sinologis terkenal, dan pengajar Bahasa
Mandarin pada tanggal 20 sampai 22 Juli 2005 di Beijing.
Salah satu pembahasan dalam kongres tersebut adalah “mencari metode pengajaran bahasa Mandarin yang tepat”.
Selama ini, sebagaimana
terungkap dalam kongres itu, orang asing yang ingin belajar bahasa
Mandarin mengalami kesulitan yang luar biasa. “Lihatlah metode modern
belajar bahasa Mandarin ini. Isinya terlalu tradisional,” ujar Zhu
Yongshen, dekan di Fudan University. Tapi, Zhu sendiri belum tahu metode modern bagaimana yang benar-benar modern.
Terakhir, bahasa Mandarin juga memiliki standar ujian bertaraf internasional yang dinamakan Hanyu Shuiping Kaoshi atau HSK, sejenis dengan toefl untuk
bahasa Inggris. Ujian ini ditujukan bagi penstudi bahasa Mandarin dari
luar China yang ingin mendaftarkan diri untuk belajar di universitas di
China.
Meskipun tergolong
sulit, namun bahasa Mandarin tidak pernah sepi peminat karena
bagaimanapun juga, bahasa Mandarin menunjukkan perannya yang semakin
penting dalam kancah internasional. Siapapun yang menguasai bahasa
Mandarin, maka peluang baginya akan semakin terbuka lebar apalagi di era
pasar bebas seperti sekarang ini.
Tengok saja Perdana
Menteri Australia yang baru, Kevin Rudd yang fasih berbahasa Mandarin.
Dengan kemampuan linguistiknya ini, Kevin Rudd diharapkan dapat
mempererat hubungan Australia dengan China. Dengan kata lain, bahasa
Mandarin tidak saja penting bagi keperluan bisnis namun juga sangat
penting bagi keperluan politik internasional.
Sumber : sylvietanaga